Minggu, 28 Januari 2018

GURU 24 Karat

Untuk Catatan Hari Guru Ke-24, 24 November 2018


Pengalaman adalah guru yang terbaik

Guru terbaik adalah guru yang berpengalaman 

Pengalaman terbaik adalah menjadi guru 

Guru 24 Tahun
Baru 24 tahun Indonesia memiliki Hari Guru Nasional, dimulai dari kehadiran Kepres No. 78 Tahun 1994 yang menetapkan 25 November sebagai Hari Guru, hingga sekarang kita tidak pernah absen untuk mengadakan berbagai prosesi untuk memperingati Hari Guru Nasional. Namun tahukan kita bahwa sebenarnya guru adalah pekerjaan tertua, yang sudah ada sejak manusia mampu berpikir dan mengenal ilmu pengetahuan. Jika pada jaman Kerajaan Hindu-Budha guru berasal dari kasta Brahmana. Saat itu satu guru dapat mengajarkan segala hal  tentang agama, kitab suci, filsafat, sastra, hukum, beladiri, dan lain sebagainya. Guru adalah sosok yang terhormat dan memiliki status yang lebih tinggi dari para raja, bangsawan ataupun pengusaha, bahkan memiliki kasta yang lebih mulia dibandingkan Ksatrya dan Waisya.
Sekarang bagaimana posisi guru ? 

Setelah 24 tahun menjadi guru yang selalu ada di tengah masyarakat. Tetap saja guru mengajarkan berbagai ilmu dan pengetahuan untuk mempermudah manusia menjalankan kehidupannya. Satu hal yang berbeda ketika saya mulai menjadi guru tahun 90-an hingga sekarang adalah kenyataan bahwa saya tidak bisa menjadi guru seperti guru-guru ketika saya menjadi siswa sebelum tahun 90-an. Jika dulu proses pembelajaran didominasi oleh guru, tapi sekarang guru harus mulai menggunakan sistem Student Centered Learning. Jika dulu hampir semua murid taat dan patuh kepada perintah dan nasihat guru, tapi sekarang aneka dinamika dan macam karakter siswa dalam waktu bersamaan akan menguji kompetensi dan nurani guru. Sekarang bagaimana sikap guru ?


Dalam 24 tahun terakhir, sesungguhnya guru Indonesia benar-benar mengalami gelombang profesi yang cukup kompleks. Dimulai dengan perubahan kurikulum dan kebijakan pemerintah yang cepat berubah hingga sikap siswa dan pandangan masyarakat yang tidak bersahabat. Kurikulum 1994 lahir dan merombak waktu belajar dari semester menjadi catur wulan, menambah materi muatan lokal dan menekankan pada pemahaman konsep dan keterampilan proses. Bahkan ketika reformasi kurikulum ini ditambal lagi dengan Suplemen Materi 1999. Kurikulum 2004 yang berbasis kompetensi lahir untuk menjawab tantangan lemahnya kompetensi siswa, namun baru 2 tahun uji coba sudah dihentikan dengan munculnya Kurikulum 2006 yang berbasis Satuan Pendidikan sebagai jawaban atas desakan otonomi daerah. Kenyataannya sekarang, rentetan perubahan kurikulum 1994, 1999, 2004, dan 2006 yang dianggap sebagai titik tolak peningkatan kompetensi siswa, telah lahir sebagai kurikulum super padat yang sangat membebani guru dan siswa dan mungkin menjadi titik awal terserabutnya karakter bangsa ini. Lalu untuk menjawab itu semua keluarlah Kurikulum 2013 dengan kontroversi dan keriuhannya sambil mempertanyakan kualitas dan kompetensi guru.
Sekarang bagaimana kondisi guru ?


Guru 24 Jam

Pemenuhan 24 jam mengajar tiba-tiba memecah kegalauan kurikulum dan persoalan profesionalisme guru dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang mendefinisikan profesional sebagai pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. Dan guru sebagai tenaga profesional, diharapkan dapat meningkatkan martabat dan perannya sebagai agen pembelajaran dan pada gilirannya dapat meningkatkan mutu pendidikan nasional. Pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional tersebut akan dibuktikan dengan sertifikat pendidik yang diperoleh melalui sertifikasi.

Persoalan 24 jam tatap muka justru menyita perhatian guru ditengah upaya pemerintah untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalitas guru melalui program sertifikasi guru yang dimulai tahun 2007. Hal ini terbukti dengan keluarnya PP 74 tahun 2008 tentang Guru hingga kemudian di revisi dengan PP 19 tahun 2017 masih juga berbicara tentang kewajiban 24 jam tatap muka guru untuk mendapatkan tunjangan sertifikasi. Berbagai regulasi yang dilakukan kementerian pendidikan dan kebudayaan juga tetap meninggalkan persoalan bagi pemenuhan jam guru. walhasil guru seperti disibukan dengan pemenuhan jam ketimbang kualitas pembelajarannya.

Angka 24 Jam seolah menjadi kata mati bagi sebagian guru yang sudah susah payah mengajar dengan profesional, tetapi juga menjadi jimat kesejahteraan bagi sebagian guru sekalipun masih jauh dari kata profesional. Sungguh sayang jika 2 peraturan pemerintah dan segenap peraturan menteri tidak dapat menyelesaikan persoalan 24 jam guru. Guru sangat berharap adanya peraturan yang lebih fleksibel sehingga memungkinkan guru-guru baik untuk lebih berkonsentrasi terhadap komitmen profesional dan kekuatan pendidikan karakternya. Kewajiban minimal 12 jam tatap muka bagi guru yang memiliki tugas tambahan yang ekuivalen dengan 12 jam seperti Wakil kepala sekolah, kepala laboratorium dan kepala perpustakaan, memang sangat membantu dan pantas untuk diberikan mengingat peran pentingnya terhadap berbagai tugas sekolah demi kemajuan pendidikan. Namun kiranya ketentuan ini juga dapat di terapkan kepada semua guru dengan dua, tiga, atau lebih tugas lain yang sudah melekat pada guru seperti wali kelas, pembina ekskul, pembina imtaq dan lain sebagainya. Tentunya ini semua pantas diperhitungkan dengan aturan dan pertanggungjawaban yang jelas.


Guru 24 Karat

Sertifikat emas 24 karat mungkin tepat untuk membuat gaya bahasa beda nasip Sertifikasi guru 24 jam dengan 22 jam atau 18 jam tatap muka. Jika 24 jam tatap muka terpenuhi telah membuat guru dengan Sertifikat Profesional mendapatkan Tunjangan Profesi Pendidik (TPP) seharusnya jangan dipandang sebagai sebuah anugrah dengan segala tuntutan setelahnya. jika TPP kemudian dikaitkan dengan kata sejahtera, sesungguhnya masih jauh dari angka kesejahteraan untuk sebuah tugas mendalam dengan beban karakter bangsa ini.

Guru 24 karat adalah guru murni yang profesional dan berjiwa Ki hajar Dewantara yang tetap berjuang demi pendidikan dan karakter anak bangsa sekalipun dia harus menghadapi tantangan penjajah kolonial. Sesungguhnya tantangan guru saat ini ada pada guru itu sendiri, spirit untuk terus belajar dan menjadi pembelajar bagi karakter murid-muridnya akan menjadi motivasi yang kuat. Kesediaan untuk turut membangun karakter bangsa melalui pendidikan dan keteladanan adalah senjata ampuh yang akan memuaskan dan mensejahterakan guru dalam arti yang sebenarnya.

Selamat Hari Guru Nasional ke-24. 
Membangun Pendidikan Karakter Melalui Keteladanan Guru.

0 komentar:

Posting Komentar