Misi terakhir dari tulisan ini adalah untuk mengajak kita
semua mudik. Alasan supaya terdengar lebih merakyat kita sebut saja pulang
kampung, karena di. kampung kita akan menemukan kedamaian dan ketulusan yang
jujur dari orang-orang yang kita cintai dan rindukan. “Ayo Mudik…! Lebaran telah
tiba”.
Sesungguhnya mudik adalah tradisi yang sudah berlangsung
sejak dulu. Mudik juga tidak hanya dikenal orang Indonesia. Orang Amerika juga
melakukan mudik saat Thanksgiving.
Mereka setiap tahun pada hari kamis, minggu keempat bulan November akan mudik
sebagai simbol rasa bersyukur atas hasil
yang telah didapatkan selama bekerja. Momen Mudik bagi orang India adalah hari
raya Diwali yang merupakan perayaan kemenangan
atas keburukkan yang terjadi pada mereka setiap tahunnya.
Pulang kampung atau “Balik Kampung” seperti orang
Malaysia katakan adalah ritual rutin menjelang hari raya khususnya Idul Fitri.
Begitu juga ketika hari raya Imlek di China atau hari raya Bayram sebutan untuk lebaran di Turki. Tetapi apakah di Negara lain
kemeriahan mudik ini diikuti oleh kehebohan moda transportasi? Banyak kemiripan
memang kecuali pada masalah ongkos.
Di Indonesia, ongkos mudik menjadi sesuatu yang urgen
untuk dibicarakan. Berbagai macam komponen biaya harus dipersiapkan. Tidak
sebatas kebutuhan primer seperti sandang, pangan, dan papan.
Tetapi juga kebutuhan skunder berupa pakaian baru, handphone, dan pulsa. Bahkan kebutuhan tersier berupa mobil mewah, gadget canggih, dan pariwisata. Semua
itu harus dipersiapkan dengan matang jika anda ingin mudik sesuai harapan.
Jangan kaget bila beberapa hari ini kita dihebohkan oleh
tingginya harga tiket pesawat. “Heboh Harga Tiket Pesawat Bandung-Medan Tembus
Rp 21 Juta” seperti di lansir media online finance.detik.com
tidak perlu mengurungkan niat mudik anda, terlebih jika anda tidak akan mudik
ke jalur itu. Namun kabar buruknya adalah tiket pesawat regular Jakarta-Mataram
seharga 700an ribu sudah ludes terjual. Jika kelurga anda di Jakarta akan mudik
ke Mataram, maka tiket pesawat yang tersedia berkisar 5 – 8 juta rupiah.
Sebagai contoh, tiket termurah adalah maskapai Lion Air
untuk rute Jakarta-Mataram. Hari ini berdasarkan data Traveloka hanya tersedia dengan harga 6,8 juta rupiah. Itupun anda
akan dibawa transit 5 jam 20 menit di Ujung Pandang sebelum melanjutkan
perjalanan ke Mataram.
Untuk perbandingan jika anda akan menggunakan mobil
pribadi dari Jakarta tujuan Mataram. Perkiraan bensin yang dibutuhkan adalah 80
liter (sekitar Rp 650 ribu). Biaya Tol Jakarta-Probolinggo saja Rp 727ribu,
Biaya penyeberangan Ferry Ketapang-Gilimanuk Rp 159 ribu, sedangkan
penyebrangan Padangbay-Lembar adalah Rp 917 ribu. Jika di total sudah Rp
2.453.000,- belum termasuk biaya parker, makan, dan minum diperjalanan yang
jika lancer akan anda tempuh dalam 36 jam.
Pilihan bijaknya adalah naik bis umum, berdasarkan data
salah satu bis yang biasa dalam rute Jakarta-Mataram, biaya saat ini adalah Rp
610 ribu. Bila lanjut ke Sumbawa atau Bima, untuk Jakarta-Sumbawa Rp 710 ribu,
dan Jakarta-Bima Rp 810 ribu. Bila menggunakan bis sambungan dari Mataram,
tiket untuk Mataram-Bima rata-rata Rp 325 ribu.
Biaya mudik tersebut adalah biaya
perjalanan pulang, artinya jika balik tinggal kali dua. Bahkan jika kita
menghitung ongkos mudik tentu saja tidak sekedar biaya perjalanan pulang pergi.
Biaya ekonomi selama berada di kampung halaman juga tidak sedikit. Biaya non
ekonomi seperti waktu dan kemapaman hidup setelah anda kembali juga harus
diperhitungkan sebagai ongkos mudik.
Jika melihat perhitungan ongkos mudik tersebut,
sebenarnya mudik –khususnya lebaran- sudah naik kelas menjadi kebutuhan
tersier. Seharusnya mudik dilakukan apabila kebutuhan primer dan skunder kita
sudah terpenuhi. Namun kembali lagi budaya dan kentalnya rasa persaudaraan ketimuran
kita telah membuat mudik seolah menjadi sesuatu yang primer.
Tahun 2008 saya pernah mudik dari tempat tugas di daerah
Sibolga, Sumatera Utara. Saat itu kebetulan kapal laut dari Sibolga ke Surabaya tidak beroperasi
lagi. Tiket pesawat Via Medan-Jakarta-Mataram juga sangat mahal. Alhasil saya
dan keluarga mudik menggunakan mobil pribadi. Waktu tempuh selama tujuh hari tujuh
malam pun di lalui. Biaya Minyak saja sekitar Rp 1,5 juta, belum termasuk biaya
penyebarangan dari Bakahuni-Merak, Ketapang-Gilimanuk, dan Padangbay-Lembar.
Tiga minggu berada di Lombok kemudian balik lagi ke
Sumatera tepat setelah selesai shalat ‘ied supaya terhindar dari macet. Seminggu
lagi baru sampai ke Sibolga. Jika di hitung ongkos yang habiskan sekitar Rp 25
juta, karena terkadang malam hari juga harus masuk penginapan dan besok subuh melanjutkan perjalanan.
Jika ongkos yang anda takar, sungguh mudik bukanlah
keputusan yang tepat. Tetapi bila silaturrahmi yang jadi tujuan, maka mudik
adalah keputusan yang baik. Bila saja mudik murni untuk silaturrahmi, maka
ongkosnya adalah murni biaya transportasi. Tentu saja akan jauh berbeda jika
pulang kampung dimaknai sebagai ajang show
off orang kota yang datang ke desa, karena sebenarnya anda tetaplah orang
desa yang ke kota.
Supaya lebih yakin untuk mudik, saya akan berikan sebuah ilustrasi
biaya mudik. Pengalaman seorang teman dari Lombok Timur, dulu tinggal di
Kalimantan dan pulang setiap tiga tahun ke Lombok. Sekarang dia tinggal di Lombok
Barat dan setiap bulan pulang kampung ke Lombok Timur.Ketika saya tanya tentang
pengalaman ongkos mudik, “Sama saja,
bahkan lebih besar” katanya.
“Dulu tiga tahun sekali saya mudik menghabiskan ongkos Rp
30 juta, sekarang setiap bulan saya pulang ke Lombok Timur rata-rata habis satu
jutaan. Jika dikalikan tiga tahun bisa mencapai lebih Rp 30 juta”, terangnya.
“Bahkan ketika masih di luar daerah,
begitu kembali kita langsung bisa langsung hidup normal karena sumber
penghasilan lebih banyak, tetapi setelah di Lombok, ya kadang habis pulang
kampung langsung keteteran”, ungkapnya sambil sedikit berseloroh.
Ternyata orang yang tidak merantau jauh juga mengalami
masalah ongkos mudik. Jadi tidak ada alasan untuk tidak pulang kampung, apalagi
hanya alas an takaran ongkos mudik. Sesungguhnya semua bisa direncanakan dengan
sebaik-baiknya agar tujuan utama mudik anda tercapai, dan sekembalinya dari
kampung anda tetap bisa hidup tenang seperti sebelumnya. Bismillah … Ayo Mudik…!
3 komentar:
Wahhh keren pak. Tipsnya dong.
Bagaimana cara membuat text seperti di atas? Mksudnya, ide2nya, proses penulisannya, berapa lama nulisnya. Kayaknya kalo sy, tulisan seperti bapak bisa berbulan bulan. Hee
Hehe...mkshhh.
Sy bukan penulis berpengalaman.
Jd tdk bisa ngasih tips.
Tp klo cara saya sih...
Satu jam dapat ide
Satu hari kumpulin bahan
Satu hari buat tulisannya
Satu hari edit-edit..
Selesai.😀
Tengkyuuu
Posting Komentar