Kamis, 06 Juni 2019

ONGKOS MUDIK 2019

Misi terakhir dari tulisan ini adalah untuk mengajak kita semua mudik. Alasan supaya terdengar lebih merakyat kita sebut saja pulang kampung, karena di. kampung kita akan menemukan kedamaian dan ketulusan yang jujur dari orang-orang yang kita cintai dan rindukan. “Ayo Mudik…! Lebaran telah tiba”.

Sesungguhnya mudik adalah tradisi yang sudah berlangsung sejak dulu. Mudik juga tidak hanya dikenal orang Indonesia. Orang Amerika juga melakukan mudik saat Thanksgiving. Mereka setiap tahun pada hari kamis, minggu keempat bulan November akan mudik sebagai  simbol rasa bersyukur atas hasil yang telah didapatkan selama bekerja. Momen Mudik bagi orang India adalah hari raya Diwali yang merupakan perayaan kemenangan atas keburukkan yang terjadi pada mereka setiap tahunnya.

Pulang kampung atau “Balik Kampung” seperti orang Malaysia katakan adalah ritual rutin menjelang hari raya khususnya Idul Fitri. Begitu juga ketika hari raya Imlek di China atau hari raya Bayram sebutan untuk lebaran di Turki. Tetapi apakah di Negara lain kemeriahan mudik ini diikuti oleh kehebohan moda transportasi? Banyak kemiripan memang kecuali pada masalah ongkos.

Di Indonesia, ongkos mudik menjadi sesuatu yang urgen untuk dibicarakan. Berbagai macam komponen biaya harus dipersiapkan. Tidak sebatas kebutuhan primer seperti sandang, pangan,  dan  papan. Tetapi juga kebutuhan skunder berupa pakaian baru, handphone, dan pulsa. Bahkan kebutuhan tersier berupa mobil mewah, gadget canggih, dan pariwisata. Semua itu harus dipersiapkan dengan matang jika anda ingin mudik sesuai harapan.

Jangan kaget bila beberapa hari ini kita dihebohkan oleh tingginya harga tiket pesawat. “Heboh Harga Tiket Pesawat Bandung-Medan Tembus Rp 21 Juta” seperti di lansir media online finance.detik.com tidak perlu mengurungkan niat mudik anda, terlebih jika anda tidak akan mudik ke jalur itu. Namun kabar buruknya adalah tiket pesawat regular Jakarta-Mataram seharga 700an ribu sudah ludes terjual. Jika kelurga anda di Jakarta akan mudik ke Mataram, maka tiket pesawat yang tersedia berkisar 5 – 8 juta rupiah.

Baca Selengkapnya......

Minggu, 28 Januari 2018

GURU 24 Karat

Untuk Catatan Hari Guru Ke-24, 24 November 2018


Pengalaman adalah guru yang terbaik

Guru terbaik adalah guru yang berpengalaman 

Pengalaman terbaik adalah menjadi guru 

Guru 24 Tahun
Baru 24 tahun Indonesia memiliki Hari Guru Nasional, dimulai dari kehadiran Kepres No. 78 Tahun 1994 yang menetapkan 25 November sebagai Hari Guru, hingga sekarang kita tidak pernah absen untuk mengadakan berbagai prosesi untuk memperingati Hari Guru Nasional. Namun tahukan kita bahwa sebenarnya guru adalah pekerjaan tertua, yang sudah ada sejak manusia mampu berpikir dan mengenal ilmu pengetahuan. Jika pada jaman Kerajaan Hindu-Budha guru berasal dari kasta Brahmana. Saat itu satu guru dapat mengajarkan segala hal  tentang agama, kitab suci, filsafat, sastra, hukum, beladiri, dan lain sebagainya. Guru adalah sosok yang terhormat dan memiliki status yang lebih tinggi dari para raja, bangsawan ataupun pengusaha, bahkan memiliki kasta yang lebih mulia dibandingkan Ksatrya dan Waisya.
Sekarang bagaimana posisi guru ? 

Setelah 24 tahun menjadi guru yang selalu ada di tengah masyarakat. Tetap saja guru mengajarkan berbagai ilmu dan pengetahuan untuk mempermudah manusia menjalankan kehidupannya. Satu hal yang berbeda ketika saya mulai menjadi guru tahun 90-an hingga sekarang adalah kenyataan bahwa saya tidak bisa menjadi guru seperti guru-guru ketika saya menjadi siswa sebelum tahun 90-an. Jika dulu proses pembelajaran didominasi oleh guru, tapi sekarang guru harus mulai menggunakan sistem Student Centered Learning. Jika dulu hampir semua murid taat dan patuh kepada perintah dan nasihat guru, tapi sekarang aneka dinamika dan macam karakter siswa dalam waktu bersamaan akan menguji kompetensi dan nurani guru. Sekarang bagaimana sikap guru ?

Baca Selengkapnya......

Sabtu, 16 Mei 2015

Mencoba Memasukkan Video hasil Camtasia (Telkom 16 Me1 2015)

Baca Selengkapnya......

Minggu, 12 Oktober 2014

FREE JOURNAL LINK

Maaf sekedar mampir untuk ngasi link bagus ini. InsyaAllah waktu lain kita bersekolah lagi.

Internasional jurnal: http://gulfuniversity.edu.bh/en/library/download_journals3.html dan Thank's to Mas Dhorifi Zumar. http://dzumar.wordpress.com/free-jurnal/ Semoga bermanfaat.

Baca Selengkapnya......

Kamis, 10 Juni 2010

JAUH TAPI DEKAT atau DEKAT TAPI JAUH

Kali ini bukan sekedar membalik kalimat, tetapi membalik arah kehidupan.
Nanti bukan sebuah kesimpulan, tetapi sebuah jalan keluar.
Yang jelas bukan sekedar "Jauh dekat sama saja", tetapi bisa sama bisa beda.
Saya tidak tahu dari mana harus memulai tulisan ini, semua ide dan perasaan seolah gamang menerawang terbang ke awang-awang. Sebenarnya tanpa tulisan inipun segalanya tampak telanjang bahkan tanpa riset investigasipun segala data sudah ada. Yang jelas kehidupan rakyat turun temurun semakin menurun, sedangkan pejabat dan kerabatnya semakin meningkat.



Gajah dipelupuk mata tidak tampak sedangkan semut di seberang lautan tampak, barangkali masih berlaku dalam arti amelioratifnya. Mengapa tidak, kecendrungan untuk mengingat (baca:memperhatikan) kampung halamannya dari tempat yang jauh adalah sebuah keniscayaan, tetapi bukan mustahil (baca:kebanyakan) orang tidak bisa melihat halaman kampungya sendiri.
Ketika saya berada ditempat jauh dari kampung, saya merasakan dan sering mengatakan bahwa kampung saya nun jauh di sana tetapi halaman saya memang di sini, dan ini berarti memberi perhatian yang sama kepada kampung dan halaman. Tetapi manakala saya berada di dekat bahkan dalam kampung, sangat sulit untuk mengatakan inilah kampung halaman saya sendiri, dan ini berakibat saya tidak bisa berbuat banyak kepada kampung dan halaman.

Saya tidak tahu dari mana harus memulai pekerjaan ini, semua rencana dan strategi membentur dinding. Sebenarnya tidak ada yang memaksa untuk menjalankan itu semua dan mungkin tidak ada yang membutuhkan hasilnya nanti. Yang jelas sebagian besar mereka pasrah dibalik kata berkah, sedangkan sebagian kecilnya sangat menikmati patgulipat yang kian menyekat.
Seorang Gajah komunitas pernah berpetuah “jangan pulang dulu sebelum …” barangkali tetap terjadi paling tidak untuk mahluk kecil. Bagaimana tidak, celah masih sangat kecil untuk dilalui sedangkan pintu terlalu banyak untuk dilewati dan ruangan teramat besar untuk sekedar singgah.
Ketika macan-macan kampung telah kembali untuk menyerap semua suara kampung dan kita berharap menjadi raungan yang memenuhi halaman selaparang, ternyata tidak. Mereka terlalu asyik dan enggan diusik, mereka semakin kuat dan tidak berbuat banyak kepada kampung dan halaman.

Seharusnya pendidikanlah yang dapat merubah ini semua, tetapi anehnya pendidikan mendapat porsi kue perubahan terakhir karena kue pertama dan terbesar dalam perubahan dinamika masyarakat saat ini adalah politik. Tidak seorangpun (apalagi saya) dapat memberikan jaminan bahwa pendidikan seperti ini suatu waktu akan berhasil merubah tatanan kehidupan. Tidak perlu jauh-jauh membandingkannya dengan sistem pendidikan di luar negeri yang sudah terbukti hasilnya, dibeberapa daerah saja sudah banyak yang berhasil merubah trend pendidikan khususnya untuk warga kampungnya sendiri.
Masih segar dalam ingatan kita pada dekade 90an orang Sumatera dan Kalimantan mulai menggagas Sekolah Unggulan yang sekarang outputnya sudah mengisi sebagian besar posisi di daerahnya masing-masing (bahkan di luar negeri) dan ternyata mereka banyak melakukan perubahan.
Tidak banyak perbedaan dalam pengelolaan pendidikannya kecuali indepedensi pengelolaan sumber daya pendidikan oleh pendidik dan tenaga kependidikan yang berkualitas dan bertanggungjawab dibarengi dukungan pemerintah daerah maupun pusat.
Hanya itu yang kita perlukan. Saya hanya ingin berada di situ.

Yaah sudahlah… memang jauh ataupun dekat bisa sama ketika kita mau berbuat, tetapi bisa beda dalam cara berbuat. Kita tunggu kelanjutannya

Baca Selengkapnya......

Selasa, 26 Januari 2010

MENGHITUNG KEKUATAN DAN MENGUATKAN PERHITUNGAN

Nasib bagaikan anak ayam dalam genggaman kedua tangan di belakang badan kita, sehingga semua orang dihadapan kita tidak mengetahui apa yang akan terjadi dengan ayam itu, kecuali diri kita sendiri. Seandainya semua orang menganggap anak ayam itu akan mati maka kita bisa menyelamatkannya dengan sekedar meregangkan genggaman, tetapi sebaliknya walaupun semua orang menginginkan anak ayam itu tetap hidup pun tidak akan terjadi manakala genggaman tangan kita eratkan dalam seketika. Begitulah nasip di tangan kita, walalupun hanya takdir Tuhan yang memiliki hidup dan matinya anak ayam itu tetapi genggaman tangan kitalah yang menyebabkannya.
Seorang semeton mengatakan kepada saya bahwa saat ini gumi paer kita sedang giat-giatnya mencari SDM yang akan ditempatkan diposisi-posisi strartegis (baca:posisi basah) dalam pemerintahan. Setengah tidak percaya saya bilang “ah mana mungkin” setahu saya di daerah manapun trendnya adalah team sukses. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa kehandalan team sukses seorang calon akan sangat menentukan berhasil tidaknya seorang raja otonomi duduk di atas singgasana rakyatnya. Sehingga manakala sang jagoan berhasil merebut kursinya maka yang lebih berbahagia (baca: lebih berkuasa) adalah team suksesnya, sementara sang raja sibuk melayani permohonan team suksesnya (dan saya tidak akan mengatakan kalau sang raja telah melupakan kebutuhan rakyatnya).


Semula saya tidak tertarik untuk mengetahui lebih jauh tentang SDM menurut semeton kita ini, karena bagi saya seorang calon dan team suksesnya sudah pasti merupakan SDM yang handal di daerahnya sehingga tidak diragukan lagi kalau mereka lalu memilih SDM lainya untuk mendampinginya (baca:mengamankan posisinya). Tetapi semeton tadi malah nyerocos menjelaskan ini itu sambil menyebut si ini si itu dan menunjuk di sini di situ dengan kesimpulan SDM adalah Saudara Dan Menantu.
Kali inipun saya tidak kaget, karena bagi saya semua adalah Saudara Dan termasuk Menantu. Apa yang salah ? kata saya, kalau memang Saudara Dan Menantu itu merupakan SDM yang tepat sesuai The Right Man on The Right Job. Lagi lagi semeton niki mengatakan “The Right Man on The Right Money”. Ooo … “Tunggu dulu”, saya bilang (karena bukannya saya tidak tahu). Memang inilah jamannya demokrasi.
Di negara asalnya demokrasi (dan otonomi) dapat diterapkan dan berkembang sesuai relnya karena masyarakatnya sudah maju dan memiliki kekuatan dalam setiap perhitungan titik kehidupan dan memiliki kemampuan untuk selalu menguatkan simpul perhitungannya. Sehingga tidak ada calon yang lemah dan team sukses dari SDM, masyarakatnya tidak memilih (baca: membeo) hanya karena SDM dan sang Rajapun tidak perlu mengutamakan SDMnya, karena semuaya adalah orang-orang kuat dalam perhitungan sosial, ekonomi dan politik sehingga tidak terbeli oleh janji, tidak tersuap oleh sesuap nasi.
Lalu siapakah yang salah ? Jelas tidak ada gunanya mencari siapa yang salah, karena yang salah adalah orang yang menyalahkan orang lain maupun dirinya, dan yang benar adalah orang yang tahu siapa yang salah walaupun itu dirinya sendiri. Yang benar saja belum tentu tepat, karena yang tepat adalah orang tahu kesalahan dirinya dan memperbaikinya sehingga dia mampu membenarkan orang lain yang salah. Dan orang itu adalah orang mampu menghitung kekuatannya dan selalu menguatkan perhitungannya.
Menghitung kekuatan akan membawa kita ketempat yang benar pada waktu yang benar. Jika demikian tidak akan terjadi seorang yang memiliki kemampuan yang seharusnya berhak dan mampu menduduki sebuah jabatan tetapi tersingkir karena waktu pilkadal jagoannya kalah. Tidak akan terjadi seorang yang memiliki kemampuan tetapi masih bingung mencari titik kehidupannya dan hanya meminta jatah kue dari orang selalu dia salahkan. Maka hitunglah kekuatan kita sehingga kita dapat berdiri diatas kaki kita sendiri dengan atau tanpa fasilitas SDM maka walaupun sekecil zarrah tempat kita sudah benar pada waktu yang benar.
Menguatkan perhitungan akan mengantar kita ketempat yang lebih baik dimasa yang akan datang. Jika demikian tidak akan terjadi seorang yang mungkin mujur karena SDMnya dapat anugerah kursi basah dan begitu terdepak langsung kepak (seperti lumpuh). Tidak akan terjadi seorang yang memiliki kemampuan terus frustrasi mengahadapi kelangkaan SDMnya untuk dijadikan pijakan sebelah kaki sementara kakinya sendiri masih lengkap. Maka dengan selalu menguatkan perhitungan kita akan mampu hidup lebih baik di masa setelah demokrasi (dan otonomi) sekalipun.
Horas Meton
Guru Sasak in Sibolga

Komentar : HRJ
saya telah menghitung kekuatan saya dan menghitung ulang kekuatan saya dengan menguatkan perhitungan demi perhitungan yang telah saya lewati, sayang sekali saya tak berdaya diantara orang orang edan yang penuh perhitungan dengan strategi akal bulus.

Buaya sampai jatuh derajatnya karena berebut nyamuk dengan cecak. Daripada saya jatuh menjadi manusia edan kelas nyamuk dengan segala perhitungan yang kuat saya serahkan batang leher saya kepada Allah SWT. Semoga anda selalu bahagia semetonku sax sholeh!
12 November 2009 18:58


Baca Selengkapnya......

Kamis, 03 Desember 2009

BERILMU AMALIAH dan BERAMAL ILMIAH


Seharusnya kita tidak perlu memilah ini ilmu dunia dan itu ilmu agama jika saja semua orang yang mencari ilmu didasari dengan niat yang baik.

Semestinya kita tidak perlu mendengar ada ilmu hitam dan ada ilmu putih jika saja semua orang yang berilmu mengamalkan ilmu di jalan yang baik.

Sepertinya kita tidak perlu membedakan jurusan ini sosial dan jurusan itu eksakta jika saja semua sekolah menanamkan pola pikir ilmiah.

Namun apa dan bagaimana kenyataannya..?

Tunggu pembahasan berikutnya.. di sasak.org

Baca Selengkapnya......