Minggu, 14 Juni 2009

BUKAN PILIHAN Sebagai Pelajaran TERBAIK

GAGAL... PUTUSLAH HARAPANKU...

Itulah yang kurasakan manakala langkah kaki kecilku memasuki halaman SMAN 2 Mataram. Betapa tidak, sebagai lulusan terbaik kedua dari SMPku, semua orang berharap aku bisa masuk SPG (jadi guru SD)atau STM (jadi guru tehnik)atau terpaksa SGO (jadi guru Orkes). Yang terbaik sudah masuk STM, yang ketiga dan keempat masuk SPG, jauh dari 10 besar masuk SGO, terakhir cewek yang paling pinter masuk SMKK. Sedangkan aku gagal mendaftar SPG karena kurang tinggi badan, terlambat masuk STM gara-gara mencari map coklat, tidak berani masuk SGO karena takut kena bola. Dan akhirnya terpaksa mendaftar SMA, dan harus ke SMA 2 karena isyunya di SMA 1 jumlah NEMku terlalu mepet.

Saat itu memang SMA bagi mereka yang terpaksa sekolah (itulah opini orang kampung dan sekitarku), sampai-sampai aku sedikit risih kalau ditanya dimana sekolahmu.
Hari pertama Penataran P4 aku hampir menangis ketika aku salah barisan dan ditanya dari SMP mana, ku sebut asal SMPN 1 Janapria Lombok Tengah (guru dan siswa lainnya heran... uih... SMP kampung!)Dalam hati aku mengancam... "awas kalian, gak tau siapa saya. Emangya SMA untuk SMP kota saja !"
Hari pertama masuk sekolah dan diberikan kelas I-10 yang masuk sore memaksaku untuk langsung membuktikan bahwa aku rangking 4 dikelas. ini adalah permulaan, dan setelah itu rangking satu tak pernah kulepaskan hingga tamat.


Kelas dua aku memilih jurusan biologi dengan perhitungan yang matang (tidak seperti kebanyakan teman yang ikut2an). Tahun inilah aku mulai sadar bahwa SMA yang aku pilih sangat tepat. Kalau seandaianya SMA 1 mungkin aku tidak bisa berkembang secepat itu, sedangkan jika SPG, STM,atau SGO aku pasti menyesal, karena tahun itu sudah sudah terdengar kabar tentang masa depan sekolah ltu, sekaligus aku sudah menemukan jati diriku untuk nantinya melanjutkan ke IKIP Malang (jadi guru sebenarnya).
Memang SMA kujalani tidak layaknya anak SMA yang pada umurnya sedang menikmati kebebasan pikiran dan fasilitas. Pikiranku dipaksa fokus ke sekolah karena tidak adanya fasilitas lain. Bahkan untuk mengenal seorang perempuan aku tak sanggup walaupun aku "dikelilingi" banyak gadis kota (maklum Bintang kelas... saat itu lagi tenar lagunya Anggun C. Sasmi), bahkan di kosku aku ditunggu seorang gadis cantik yang selalu membuat iri teman perempuanku,gadis itu justru dititipkan Ortunya untuk ku jaga (maklum orang baik-baik)
Kalau dihitung umur SMA ku semuanya bukanlah pilihanku, tetapi terakhir aku mengerti bahwa itulah yang membuatkan seperti sekarang ini.

Pelajarannya :
Desakan keinginan seorang tamatan SMP Kampoeng, dan semua umur SMA nya yang dihabiskan tanpa adanya pilihan, ternyata merupakan pembelajaran terbaik menuju kedewasaan yang wajar dan tidak berlebihan. Bahwa segala sesuatu yang kita anggap baik, atau bahkan pilihan terbaik kita di SMA ternyata belum tentu menjadi kebaikan atau bahkan mungkin kedangkalan pikiran SMA bisa membuat pilihan yang justru akan kita sesali dimasa yang akan datang. Berhati-hatilah dengan SMA!

0 komentar:

Posting Komentar