Selasa, 30 Juni 2009

KAMPOENG BARU, PELAJARAN BARU

Satu-satunya alasan yang membuat saya senang begitu ujian skripsi selesai adalah bahwa “Saya tidak akan menemukan ujian lagi”. Mengapa demikian, karena selama ini saya merasa bahwa ujian adalah sesuatu yang tidak saya senangi tetapi terpaksa harus saya lalui dengan sebaik-baiknya. Jujur saja saya tidak suka dengan bentuk, model maupun budaya ujian sekolahan yang bagi saya tidak menunjukkan kemampuan sebenarnya dari seseorang.

Terakhir saya berprinsip bahwa mempelajari segala sesuatu bukan agar saya selalu lulus dalam setiap ujian, tetapi agar saya menguasai segala sesuatu dan dapat memilihnya dengan baik sesuai keperluan kehidupan saya. Sedangkan untuk menghadapi ujian yang mau tidak mau harus saya lalui dengan baik, saya cukup mengetahui materi pelajaran secara teoritis (baca pas minggu ujian saja) sedangkan logikanya sudah saya dapatkan saat saya mempelajarinya.

Dikampus nilai ujian akhir setiap semester memang tidak memuaskan banyak orang (saya sendiri sangat puas karena sudah lebih dari sekedar lulus). Sangat berbeda ketika saya SMA rangking pertama tidak pernah lepas hingga tamat tetapi saya tidak mendapatkan sesuatu yang berharga dari hasil itu, bahkan untuk mendapatkan seorang pacar saja saya tidak bisa. Lain halnya ketika kuliah dengan IPK yang mungkin tidak berharga tetapi saya mendapatkan semua pelajaran hidup, dan bahkan saya bisa mendapatkan istri dari salah satu kegiatan mahasiswa.


Keluar kampus saya yakin tidak akan menemukan ujian (baca:soal) lagi, termasuk ujian masuk pegawai negeri karena saya lulus dengan status beasiswa ikatan dinas (TID). Sayapun tidak sanksi untuk mengajar disekolah mana saja, karena selama kuliah sudah sempat mengajar di beberapa bimbingan belajar, dan sayapun tidak gentar untuk mengajar anak kuliahan karena sudah pernah menjadi asisten dosen.

Pulang Kampoeng keyakinan itu terjawab dengan diterimanya saya hampir di setiap sekolah/kampus yang saya datangi, dan terakhir saya pilih UNRAM dengan rekomendasi pak Widodo/Rektor saat itu . Namun sekali lagi nasip mengatakan lain, Sebelum SK di UNRAM turun sebuah telegram dari pak Wardiman/ Mendiknas saat itu, menuliskan bahwa SK saya telah diterbitkan untuk SMA Negeri Plus Matauli Sibolga atas kerjasama pemerintah dengan pak Feisal Tanjung/Pangab saat itu dan pak Akbar Tandjung/Menpera saat itu.

Di kampoeng baru ini sayapun kembali mendapat pelajaran baru, bahwa sebenarnya Guru adalah Pelajar dari murid-muridnya. Satu hal yang pasti sebagai guru, pelajaran yang saya peroleh dari SD (gak pernah TK sih...) sampai kuliah telah membuat saya memberi penilaian ke siswa dengan tidak hanya berdasarkan hasil ujian berupa skor test. Dan lebih menyukai siswa yang pinternya sedang-sedang tetapi banyak akalnya (logika dan kretifitasnya jalan) ketimbang siswa-siswa yang pinter sekali tetapi pendiam (terlalu baik, penurut dan pasiv).

Diluar kampoeng kepada rekan-rekan guru dalam setiap diklat yang saya sajikan di beberapa sekolah, sayapun selalu mengajak untuk membuat pembelajaran yang bermakna melalui pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk mengajar maupun belajar sendiri. Bukan tingkat kesulitan materi yang menjadi perhatian tetapi tingkat pemahaman siswa yang menjadi penentu. Bukan sekedar siswa pinter (nilai tinggi) yang kita hasilkan tetapi lebih penting adalah siswa cerdas yang kreatif. Bukan habisnya materi yang menjadi tujuan hadir dikelas tetapi ketuntasan pembelajaran yang menjadi tujuan. Bukan kepuasan karena semua siswa lulus UAN yang menjadi kenangan tetapi kepuasan karena kita dan siswa sama-sama memperoleh pelajaran yang berharga dari setiap detik pertemuan yang akan memberi kita umur panjang untuk terus menerus belajar.

0 komentar:

Posting Komentar